Showing posts with label budaya politik indonesia. Show all posts
Showing posts with label budaya politik indonesia. Show all posts

Tuesday, October 11, 2011

Indonesia di Posisi Kuat Hadapi Gejolak Ekonomi

Indonesia di Posisi Kuat Hadapi Gejolak EkonomiBandung (ANTARA) - Ekonom Bank Dunia, Indonesia, Ahya Ihsan mengatakan, Indonesia berada di posisi kuat untuk menghadapi masalah-masalah ekonomi Internasional, meski dalam pasar keuangannya mengalami gejolak akhir-akhir ini.

"Berdasarkan pengamatan Bank Dunia, dalam perkembangan Triwulan Ekonomi Indonesia terbaru, negara ini masih dalam posisi yang kuat meski gejolak pasar ekonomi internasional masih terjadi," kata Ihsan di Bandung, Selasa.

Ia mengatakan, kemungkinan adanya gejolak di pasar keuangan internasional masih akan terjadi dalam jangka pendek, tetapi karena Indonesia diperkuat dari dorong domestik, kuatnya fiskal, akumulasi cadangan devisa dan kinerja pasar keuangannya membuat negara itu berada di posisi kuat.

"Itu alasan Indonesia berada di posisi kuat untuk menghadapi goncangan-goncangan eksternal, dan itu tidak diikuti kebanyakan negara di dunia yang mengalami penurunan tajam pada posisi fiskal dan neraca keuangan sektor swasta sejak 2008," katanya.

Menurutnya, fundamental ekonomi makro Indonesia yang kokoh merupakan pertahanan utama menghadapi gejolak pasar yang terus berlangsung, dan dalam keadaan itu Indonesia harus menghindari ketidakpastian kebijakan dan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan ketahanan terhadap goncangan pasar keuangan tersebut.

Dia mengatakan, investasi dan konsumsi swasta domestik Indonesia mendukung pertumbuhan PDB sebesar 6,5 persen pada kuartal pertama di 2011 dan adanya penurunan inflasi harga bahan pangan sepanjang tahun yang mencapai lima persen.

Menurutnya, Bank Dunia memproyeksikan untuk pertumbuhan tahun 2011 adalah 6,4 persen dan 2012 akan tetap kuat di 6,3 persen, sehingga dari angka proyeksi pertumbuhan yang lebih rendah menandakan penurunan permintaan eksternal dan melemahnya harga-harga komoditas internasional.

Sementara itu, Ashley Taylor, Ekonom Bank Dunia, Indonesia di Bandung, mengatakan, yang mampu memperkuat Indonesia di posisi sekarang karena kualitas dari respon kebijakannya.

Kemudian, ia mengatakan, kemajuan reformasi struktural yang penting, seperti subsidi energi dan pembebasan tanah membantu mengangkat prospek pertumbuhan Indonesia menjadi lebih tinggi dan mendorong kepercayaan investor dalam jangka pendek.


Sumber: http://id.berita.yahoo.com/indonesia-di-posisi-kuat-hadapi-gejolak-ekonomi-154420834.html

Saturday, October 1, 2011

Terorisme dan Runtuhnya Harga Diri Bangsa

http://syahrulhs.files.wordpress.com/2011/03/stop-terrorism_banner_400-4001.pngAksi bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, membuktikan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia masih terus berlangsung. Jaringan terorisme yang sempat dilumpuhkan oleh aparat kepolisian, ternyata tetap berkeliaran membangun komunitas dan sasaran baru yang lebih strategis dan menjanjikan.

Ledakan bom yang terjadi di Solo pastilah merupakan bagian dari jaringan yang sangat rapi dan terorganisasi secara sistematis. Peristiwa itu menjadi bukti bahwa bahaya terorisme masih merupakan sesuatu yang nyata di negeri ini, baik secara laten maupun manifestasi. Tak ubahnya seperti gempa bumi, di negeri ini potensi gerakan terorisme ada dan nyata. Untuk itu, jaringan radikalisme yang bersifat violence harus ditemukan dan dibongkar secara tuntas dengan segera.
Hal ini mencerminkan bahwa terorisme sebagai gerakan radikal memiliki jaringan kuat karena mampu mengecoh kewaspadaan aparat kepolisian dalam mengantisipasi indikasi terjadinya aksi teror bom di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, aparat kepolisian seolah tak berdaya dan mati suri dalam mencegah tindakan kekerasan dengan menggunakan rakitan bom yang diledakkan di tempat-tempat ibadah.

Oleh sebab itu, aparat kepolisian harus mengungkap tuntas siapa jati diri pelakunya dan jaringan gerakan, sekaligus antek-antek intelektual di balik aksi terorisme itu. Pasalnya, mustahil peledakan bom itu dilakukan seorang diri. Mereka harus ditindak tegas untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.

Semakin mencuatnya aksi teror yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, mengindikasikan bahwa kaderisasi gerakan radikal terus berlangsung pasca-tewasnya tokoh-tokoh penting dalam jaringan terorisme. Dengan kata lain, kaderisasi gerakan radikal ini memang masih terus berlangsung sedemikian cepat, karena ruang gerak di masyarakat untuk menyebarluaskan ajaran radikal cukup terbuka lebar.

Republik Teroris

Pertanyaannya adalah, apa dosa negeri ini, ketika persoalan terorisme yang melanda kita tidak bisa diatasi. Mungkinkah negeri ini sudah dikutuk menjadi �republik teroris�, karena terus ditimpa dinamika persoalan yang terus mengalir? Adakah harapan dan optimisme yang tetap kita junjung tinggi untuk menyelami dan menghayati hikmah dibalik tindakan kekerasan aksi teror bom yang terjadi di bumi pertiwi tercinta?

Di tengah bangsa lain sudah berbenah dan memperbaiki kondisi stabilitas negerinya, negeri ini masih tertatih-tatih untuk sekadar keluar dari amukan teror. Di manakah letak kesalahan negeri ini, sehingga persoalan terorisme terus-menerus berkembang pesat?

Kalau kita mengacu pada teori antropologi, bangsa ini tergolong sebagai the defeated culture. Sebuah bangsa yang ditakdirkan Tuhan untuk selalu kalah. Akan tetapi, teori ini kemudian dibantah, karena Tuhan tidak mungkin mengubah nasib satu kaum, bila mereka tidak mengubah nasibnya sendiri.

Teori ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Komaruddin Hidayat (2006), bahwa bangsa ini telah terjerat kubangan �self-destroying nation� ( bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri). Kendati kita tidak menghendaki bangsa ini menghancurkan dirinya sendiri, namun sebutan sebagai republik teroris patut direnungkan kita bersama. Pasalnya, republik ini memang akrab dengan terjadinya teror bom dan selalu menjadi persoalan utama bagi keamanan bangsa untuk terlepas dari tindakan terorisme yang terus berlanjut.

Runtuhnya Harga Diri Bangsa

Dalam konteks ini, saya akan menyoroti dan menimbang harga diri bangsa yang cukup memilukan sehingga kita tidak terserabut oleh politisasi dan hegemonisasi pembangunan ala Barat yang lebih bernuansa hedonistik dan konsumeristik. Ketika harga diri bangsa tercabik-cabik oleh negeri asing, langkah apa yang harus kita lakukan untuk mematahkan dan membendung anggapan negatif tersebut? Bagaimana strategi alternatif untuk membendung tindakan kekerasan yang menimpa bangsa?
Pada titik ini, kemerdekaan dan kemandirian menjadi jamian ideal untuk terlepas dari kubangan ketergantungan dan aroma ketidakpuasan maupun opsi untuk melakukan tindakan teror, sehingga tidak jarang kita mengorbankan harga diri bangsa kita. Dengan dalih untuk mempertahankan harga diri, tidak jarang seseorang atau sebuah bangsa mengorbangkan harta asal harga dirinya dapat terpelihara.

Saat ini pun dalih seperti itu semakin bermunculan di tengah tantangan dan ancaman terorisme merebak dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, para elite politik kita kerapkali mengorbankan harga diri bangsa dengan landasan ego dan arogansi yang berlebihan demi kemulusan memperoleh jabatan, kekuasaan, kekayaan, maupun popularitas.

Salah satu faktor kegagalan bangsa ini terlepas dari kubangan persoalan, terutama semakin derasnya aksi teror adalah karena kita tidak memiliki mental sebagai bangsa yang teguh dan tegar. Kekuatan mental bangsa kita harus terus dipupuk dan dibina secara berkelanjutan agar bisa menghadapi segala tantangan dan ancaman di masa depan.

Membangun Kebersamaan

Oleh karena itu, kita harus bulatkan tekat dan jernihkan hati serta pikiran untuk merancang bangunan keindonesiaan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa kita. Yakinlah bahwa kita masih punya harapan dan idealisme untuk membendung benturan peradaban, agama, politik, maupun etnis di antara kita. Selanjutnya, kita harus percaya, bahwa bangsa ini memiliki keunggulan, karena diberi anugrah dan karunia yang luar biasa oleh Tuhan.

Bangsa kita memang tengah menghadapi problem akut nan krusial. Terlebih lagi bila dihadapkan pada persoalan aksi terorisme dan arogansi sukuisme yang sering terjadi di negeri kita tercinta. Kita dituntut untuk menghilangkan kesenangan dan kenikmatan sesaat, apalagi sampai mengorbankan harga diri dan memutus ikatan emosional kita sebagai satu kesatuan yang utuh.

Dengan demikian, kita harus yakin bahwa bangsa kita pasti terlepas dari jeratan persoalan yang menghantam identitas dan harga diri bangsa. Pluralitas bangsa patut dijadikan lompatan luar biasa untuk menyatukan persepsi dan rasa solidaritas antar sesama, sehingga nilai-nilai kebangsaan akan tetap tertanam dengan baik.

Itulah mengapa, persatuan dan kesatuan nasional baik yang bernuansa struktural maupun kultural (solidaritas sosial) yakin bisa dipertahankan di negeri ini, sebab bangsa ini memang didirikan atas dasar falsafah non-primordialisme, melainkan atas dasar rasa penderitaan yang sama (sense of common suffering).

Jangan pernah kita biarkan negeri ini terpecah berkeping-keping, hanya karena menonjolnya kepentingan sektoral, kedaerahan, dan juga kepentingan kelompok. Dalam hal ini yang kita kembangkan adalah constructive pluralism, bukan menerapkan minority by force atau minority by will.

Mohammad Takdir Ilahi, Alumnus UIN Sunan Kalijaga dan Staf Riset The Mukti Ali Institute Yogyakarta.

Thursday, September 29, 2011

Alasan SBY Jarang Pakai Jas

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

JAKARTA- Dalam kesehariannya mengemban tugas negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku jarang memakai jas dan lebih menyukai menggunakan kemeja batik.

Sebagai orang nomor satu negeri ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku jarang mengenakan jas untuk kelengkapan penampilannya. Stelan safari warna abu-abu polos berlengan pendek dan kemeja batik.

�Saya jarang pakai jas. Sekali- kali pakai, takut dikira enggak punya jas,� kata Presiden SBY saat akan menerima tim Oxford Business Group Indonesia di Kantor Presiden, Kamis (29/9/2011).

Pantauan okezone, Presiden Yudhoyono tampil dengan stelan jas warna abu yang membungkus kemeja putih berdasi abu bergaris hitam.

SBY mengemukan dengan lebih menggunakan batik juga sekaligus bisa mendorong pertumbuhan produk khas Indonesia serta mendorong pertumbuhan bisnis perajinnya, yang pada akhirnya juga akan mendorong perekonomian di dalam negeri.

�Saya cinta dan pakai batik,� tukasnya.


http://news.okezone.com/read/2011/09/29/337/508561/alasan-sby-jarang-pakai-jas

Wednesday, September 28, 2011

Potret Kemiskinan Diperbatasan RI-Timor Leste

Perbatasan antara RI dan Republik Demokratik Timor Leste selain kekurangan pos-pos pengaman diperbatasan masyarakat di sekitar wilayah kedua negara ini ekonominya masih sangat tertinggal, Minggu (25/9).
Potret Kemiskinan Diperbatasan RI-Timor Leste

Ladang milik warga Belu, NTT yang berbatasan dengan Tomor Leste nampak kering.
Potret Kemiskinan Diperbatasan RI-Timor Leste

Sejumlah wanita warga Dusun Kampung, Desa Silawan sedang. Kemiskinan, penggangguran dan kekeringan yang panjang. Juga kurang mendapatkan pasokan listrik dan air bersih.

Potret Kemiskinan Diperbatasan RI-Timor Leste

Hampir sebangian besar rumah warga di belu sangat memprihatinkan.

Potret Kemiskinan Diperbatasan RI-Timor Leste

Kondisi rumah yang tidak layak huni.


Potret Kemiskinan Diperbatasan RI-Timor Leste

Seorang warga sedang membuat sagu untuk panganan bagi keluarga dan hewan ternak.

Potret Kemiskinan Diperbatasan RI-Timor Leste

Sebagian besar wilayah di kawasan perbatasan RI-Tomor Leste tandus dan jarang sekali turun hujan.